EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM BUDAYA YANG BERBEDA
Oleh Suwardi Lubis
Komunikasi pada hakikatnya merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk menjalankan kehidupan di dunia ini sebagai khalifah yang telah diamanahkan oleh Allah Swt. Tanpa adanya komunikasi tentu manusia tidak akan berkembang hingga seperti sekarang ini. Apalagi komunikasi memang sudah terjadi sejak Allah Swt hendak menciptakan Adam, pada saat itu terjadi komunikasi antara Allah Swt dengan para malaikat dalam surat Al-Baqarah ayat 30-35.
Komunikasi yang baik memang harus terjalin di setiap lingkungan dalam kehidupan manusia, di antaranya dalam lingkungan sekitar yang notabene terdiri atas beragam suku, budaya, dan agama. Di sebuah lingkungan hidup sehari-hari, seseorang dituntut untuk harus mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat sekitar baik yang bergama Islam, Kristen, atau agama lainnya serta bersuku Jawa, Papua, maupun Padang. Karena pastinya, perbedaan yang terdapat, mampu membawa keberagaman jika komunikasi yang dijalankan dapat berjalan dengan baik, sementara jika gagal pastinya akan menimbulkan perselisihan yang berbuntut kepada perpecahan.
Untuk mampu melakukan komunikasi dengan baik, maka perlu untuk mengetahui elemen dalam komunikasi dan peranannya . Elemen dalam komunikasi terdiri dari tiga yaitu elemen verbal yaitu kata-kata yang digunakan, elemen vokal yaitu suara dan intonasi, dan terakhir elemen visual seperti gerak-gerik tubuh dan mimik muka yang dapat dilihat.
Oleh sebab itu, dalam melakukan komunikasi kita tidak dapat hanya mengandalkan unsur verbal atau isi pesan saja tetapi juga harus memanfaatkan unsur nonverbal yaitu vokal dan visual yang mempunyai peran yang jauh lebih besar agar komunikasi yang dilakukan menjadi efektif.
A. Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Efektif dapat diartikan mencapai sasaran atau tujuan sesuai dengan maksud komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, bila memiliki tujuan untuk bisa saling memahami pendapat, sikap, dan tingkah laku komunikasi yang berbeda tersebut, dapat tercapai, maka komunikasi antarbudaya bisa jadi efektif.
Dalam berinterkasi dengan orang lain, seseorang ingin menciptakan dampak tertentu dan memberikan kesan-kesan tertentu dalam diri orang lain tersebut. Kadang-kadang berhasil mencapai semuanya, namun tidak jarang pula gagal. Pengertiannya yaitu terkadang orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku dengan cara yang sangat berbeda dari yang diharapkan. Keefektifan seseorang dalam hubungan antarpribadi ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan dengan secara jelas apa yang kita ingin sampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendak kita.
Efektifitas komunikasi juga bergantung pada siapa, serta cara penyampaian komunikasi. Seseorang harus melihat pada siapa dirinya melakukan komunikasi dan memposisikan diri serta memerankannya. Komunikasi antarbudaya dapat dikatakan efektif bila proses komunikasi bisa menyenangkan bagi kedua belah pihak, mempunyai suatu kesamaan dalam suatu kelompok akan menyenangkan bagi kita komunikasipun akan lancar dan terbuka. Dan sebaliknya, berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan kita akan sangat membosankan, akan membuat kita tegang, sesak, dan situasinya pun membuat kita tidak nyaman. Komunikasi akan lebih efektif bila antara pihak yang terlibat komunikasi saling menyenangi satu sama lainnya. 1
B. Komunikasi Interpersonal Berbeda Budaya (Intercultural)
Beragamnya budaya di negeri kita akan menjadikan komunikasi yang berbeda budaya tersebut menjadi satu hal yang sangat penting. Ketika komunikasi yang dilakukan individu berbeda budaya, yang jelas komunikasi di antara mereka pastinya juga berbeda, baik itu bahasa, karakter dan sebagainya. Maka di sinilah pentingnya komunikasi antarbudaya untuk bisa dikuasai.
Contoh kasus, mungkin kita masih ingat dengan konflik yang terjadi antara Madura-Sampit, GAM-Pemerintah, ataupun konflik agama yang terjadi di ambon beberapa tahun yang lalu. Hal demikian memang menjadikan sebagian orang yang mengetahui kasus tersebut akan bertanya-tanya kenapa konflik tersebut harus terjadi? Jawaban sederhana yang bisa kami asumsikan di sini adalah tidak terjalinnya komunikasi (interpersonal) antarbudaya secara baik dan efektif.
Apabila sudah tidak terjalin hubungan yang baik ataupun mungkin terjadinya miss communication, konlfik menjadi hal yang tidak diayalkan lagi bakal terjadi dalam ranah mereka. Begitulah betapa pentingnya komunikasi individu yang berbeda budaya tersebut harus bisa memahami budaya yang berbeda. 2
Hubungan interpersonal dalam sebuah perbedaan budaya, mungkin bisa menjadi solusi bagaimana komunikasi berbeda budaya tersebut bisa berlangsung dengan baik, sehingga tidak terjadi konflik. Sejujurnya, dalam komunikasi interpersonal individu berbeda budaya, masih belum menemukan rujukan yang tepat mengenai hal itu.
Pola komunikasi yang dilakukan oleh seseorang yang berbeda budaya, cenderung memiliki karakter dan personality yang berbeda dalam mengungkapkan komunikasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki budaya yang sama, akan cendung memiliki kesamaan yang (homoginitas) yang lebih besar dibandingkan yang berbeda budaya. Sedangkan komunikasi berbeda budaya akan cenderung bersilang pendapat dan bisa dibilang terkesan tidak memiliki kesamaan yang besar, mungkin saja ada kesamaan tapi kecil.
Di sinilah peran penting komunikasi interpersonal untuk diterapkan dalam komunikasi lintas budaya yang berbeda. Begitupun dalam komunikasi interpersonal individu yang berbeda budaya, perlu dipahami komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti, bahasa, nilai-nilat, adat, dan ataupun kebiasaan.
Terlepas dari berbagai polemik dan problem yang ada, posisi komunikasi antar budaya, khususnya dalam komunikasi interpersonal harus menjadi acuan utama, supaya tidak terjadi konflik berkepanjangan yang dikhawatirkan akan memakan korban.
Tidak hanya akulturasi budaya barat, peleburan budaya yang terjadi di berbagai kalangan dan di berbagai daerah di negeri ini, tengah terjadi. Orang jawa merantau ke sumatera, ataupun ke kalimantan. Begitupun dengan orang Kalimantan yang merantau ke jawa dan seterusnya, hal tersebut merupakan sebuah proses peleburan budaya di berbagai kalangan dan di berbagai daerah. Kita mungkin mengenal watak orang batak yang keras, kita juga mungkin mengenal watak orang sunda dan jawa mungkin secara keseluruhan yang halus, tentunya peran komunikasi antar budaya dalam komunikasi interpersonal sangat menentukan keberlangsungan interaksi sosial yang dilakukan.
Kendatipun berbeda budaya, tapi ketika komunikasi antar budaya dalam komunikasi interpersonal bisa dilakukan dengan proporsinya, maka tentu tidak akan pernah terjadi yang namanya konflik sosial. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya, terdapat berbagai penduduk yang berbeda budaya. Kalau di Jakarta kita mengenal budaya Betawi, namun orang Madura dan berbagai daerah lainnya juga banyak yang tinggal dan mencari kehidupan di sana.
Begitu pun di Bandung, dengan adanya perguruan tinggi yang cukup bonafit di Bandung, mengundang semangat juang remaja dan pemuda dari luar Bandung itu sendiri. Di UNPAD khususnya, tidak jarang mahasiswa dari sumatera yang menempuh pendidikannya di sana, dan bahkan Kalimantan dan Indonesia timur pun terdapa di sana. Untuk itulah, gunanya komunikasi antar budaya dalam komunikasi interpersonal selalu dan selalu menjadi penting keberadaannya.
Sejalan dengan adanya komunikasi antarbudaya dalam komunikasi interpersonal, ada berbagai teori yang menjelaskan mengenai apa yang sebenarnya dilakukan dan apa tujuan komunikasi tersebut ketika komunikasi antar budaya tersebut berlangsung. Merujuk pada ikhtisar dari Coleman dan Hammen (1974) dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat Psikologi Komunikasi, menyebutkan bahwa, ada beberapa model yang dilakukan dalam komunikasi tersebut, yaitu, model pertukaran sosial (social exchange model), model peranan (role model), model permainan (the “games people play” model), dan model interaksional (interactionl model).
Pertama, model pertukaran sosial. Model ini memandang bahwa hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Hubungan yang dijalin dalam interpersonal pastinya ada tujuan, yaitu mengharapkan sesuatu dari orang yang diajak berhubungan. Orang yang biasa saja berteman dengan orang yang cerdas dan pintar, tujuannya karena ingin orang yang biasa saja bisa menjadi pintar seperti temannya tersebut, dan masih banyak lagi contoh kasus lainnya.
Kedua, model peranan. Berbeda dengan model pertukaran sosial tadi, jika model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi dagang, akan tetapi, dalam model peranan ini memandang sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus memegang peranannya sendiri sesuai dengan naskah yang telah ditentukan. Tidak mungkin seorang peran pembantu memainkan peran dari tokoh utama, dan sebagainya.
Ketiga, model permainan. Model ini diyakini berasal dari psikiater Eric Berne (1964,1974) dengan analisisinya yang dikenal dengan analisis transaksional, memandang bahwa komunikasi interpersonal yang dilakukan dalam rangka permainan.
Keempat, model interaksional. Model yang keempat ini merupakan model yang memandang bahwa hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, dan setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan medan.
Beberapa model di atas, kami memandangnya dari perspektif psikologi. Karena kami meyakini dengan perspektif ini, model-model tersebut cukup dominan. Dalam sosial budaya ada unsur-unsur di dalamnya, meliputi, sistem keyakinan, nilai, dan sikap, unsur pandangan hidup tentang dunia, dan unsur organisasi sosial.
C. Hambatan-Hambatan dan Langkah Solutif
Segala bentuk dan proses dalam komunikasi tidak akan terlepas dari hambatan dan kendala di dalamnya. Berbagai hambata tersebut bisa terjadi karena faktor eksternal ataupun internal, atapun bisa juga hambatannya bersifat objektif ataupun subjektif.
Antara hambatan yang bersifat objektif ataupun subjektif tadi, banyak dinyatakan oleh para ahli mengenai hambatan dalam komunikasi. Hambatan yang bersifat objektif merupakan hambatan yang bersifat tidak disengaja, dengan kata lain hambatan (noise) dalam komunikasi yang ada bukan karena kesengajaan yang dilakukan dari pihak lain. Melainkan berbagai hambatan yang ada cendrung terjadi karena memang keadaan yang menginginkan hal demikian.
Sedangkan hambatan yang bersifat subjektif, merupakan hambatan yang memang disengaja dibuat oleh pihak lain supaya komunikasi yang dilakukan menjadi gagal. Karena pertentangan kepentingan terjadi di dalamnya.
Contoh kasusnya seperti ini, ketika terjadinya hambatan dalam komunikasi antarbudaya dalam komunikasi individu berbeda budaya, antara orang Indonesia dan orang luar negeri ketika berlangsungnya interaksi komunikasi interpersonal yang berbeda budaya, kemudian hambatannya adalah perbedaan pandangan mengenai budaya salam sapa misalnya. Apabila di luar negeri ada budaya orang yang senang bertemu dengan sahabatnya menampar-nampar pipi, akan tetapi di Indonesia menampar pipi menjadi perbuatan yang kurang baik. Di sinilah hambatan komunikasi terjadi.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam hambatan yang bersifat objektif, biasanya terjadi karena cuaca yang kurang mendukung, suasanan atau lingkungan yang bising juga bisa menjadi hambatan dalam komunikasi. Begitupun dalam hambatan yang bersifat subjektif yang sengaja dibuat oleh pihak lain, dengan mengganggu misalnya. Hal itu menjadi hambatan yang cukup memicu terjadinya kegagalan dalam komunikasi.
Ketiga, penyampaian pesan verbal yang berbeda budaya dengan disertai penekanan non-verbal akan mengundang perbedaan penafsiran berbeda, sehingga tujuan penyampaian pesan tidak tersampaikan. Keempat, penyampaian pesan terhadap orang yang berbeda budaya ketika penyampaian dan isi pesannya bertentangan dengan adat, kebiasaan, norma-normanya maka akan terjadi penolakan dalam komunikasi interpersonal tersebut.
Mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi antarbudaya individu yang berbeda budaya tersebut, maka perlulah individu tersebut dapat dan mampu memahami komunikasi interpersonal yang didukung dengan komunikasi lintas budaya secara detail. 3
D. Islam Memandang Hubungan Antarpribadi Dalam Kehidupan
Setiap manusia tentunya selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan meskipun adanya perbedaan yang terjadi seperti budaya, karena akan berpengaruh terhadap kenyamanan dalam menjalani aktivitas kehidupan. Tentu lingkungan yang menyenangkan tersebut dapat terjalin ketika, semua pihak yang berasal dari budaya yang berbeda dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan baik.
Di dalam Islam memberikan ketenangan dan kenyamanan di antara sesama manusia adalah sebuah keharusan. Di dalam surat Mujadalah Ayat 11 dikatakan: ‘Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S.Mujadalah (58):11)
Dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi antarpribadi, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain, seperti dalam surat Thaha ayat 43-44
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun karena benar-benar dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.
Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya.
Dari makalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa beragam budaya di negeri kita Indonesia, menjadikan negeri kita kaya akan ragam budaya yang meliputi seni, bahasa, dan berbagai kebiasaan-kebiasaan lainnya. Dari itulah, beragamnya budaya di negeri ini menjadi penting adanya untuk kita memahami bagaimana interaksi sosial berlangsung dalam sebuah komunikasi antarbudaya dalam budaya yang berbeda.
Sebuah interaksi sosial dalam komunikasi interpersonal maupun komunikasi antarabudaya, tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kendala yang terjadi di dalamnya. Kendatipun demikian berbagai hambatan dan kendala tersebut pastinya ada jalan keluar dan solusi mengatasinya.
Jadi memang, kemampuan untuk melakukan komunikasi antarabudaya yang didukung dengan penguasaan komunikasi antarpribadi sangat penting dalam membangun sebuah tatanan kehidupan. Lantas, Kemampuan komunikasi antarpribadi dapat ditingkatkan dengan belajar dan berlatih secara terus menerus.
Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999.
Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Mahmud, Yunus. Tafsir Quran Karim. Pisangan Ciputat: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2011.
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat (peny). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakaraya. 1993.
Sumber:http://www.gumilarcenter.com/KLB/materi4pintumasukklb.pdf.BahanAjar Komunikasi diakses 1 Oktober 2015 pukul 20.35 Wib.
2 Sumber:http://www.gumilarcenter.com/KLB/materi4pintumasukklb.pdf.BahanAjar Komunikasi diakses 1 Oktober 2015 pukul 20.35 Wib.
3 Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat (peny), Komunikasi Antarbudaya (Bandung: Remaja Rosdakaraya, 1993), h. 34.